Dimuat di Tabloid Potret No. 64|Januari 2013
Tak
dapat dipungkiri lagi jika perempuan Indonesia saat ini sudah dapat disandingkan
dengan lawan jenisnya dalam berbagai bidang. Sarjana perempuan hampir merata
tersebar diseluruh penjuru tanah air. Dokter, insinyur, guru ataupun profesi
yang lain yang disandang kaum perempuan sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.
Bahkan dalam jajaran Pemerintahanpun perempuan sudah bisa memberikan andil
baktinya.
Sejarah
Indonesia telah mengukir beberapa nama
perempuan yang pernah menjabat sebagai bupati, menteri bahkan juga presiden perempuan. Tak terkira
betapa bahagianya R.A Kartini jika beliau dapat menyaksikan hasil perjuangannya
dulu. Cita-citanya tentang emansipasi rasanya sudah terwujud, meskipun masih banyak lagi hak-hak perempuan yang tetap
harus diperjuangkan.
Saat
ini perempuan Indonesia juga sangat memahami betapa penting peranannya dalam
membentuk akhlak generasi penerusnya. Terbukti dengan banyaknya ceramah-ceramah
atau komunitas-komunitas perempuan yang memberi pencerahan masalah tersebut
diikuti oleh banyak peserta. Jadi meskipun seorang perempuan pekerja, dia tetap
dapat menempatkan posisinya sebagai seorang istri dan ibu yang baik untuk
keluarganya. Tidak ada lagi halangan dan larangan bagi perempuan untuk terus
berkarir di luar rumah. Ini adalah sebuah kemajuan dalam pemahaman seorang
perempuan yang luar biasa dan pantas untuk diberi acungan jempol.
Namun
seiring dengan semakin terbukanya emansipasi di kalangan masyarakat, cita-cita
R.A Kartini mulai banyak disalahgunakan hingga akhirnya mulai ternoda.
Disela-sela berita tentang perempuan hebat yang telah banyak mengukir prestasi
baik dalam skala nasional maupun internasional, kita juga dikejutkan dengan berita tentang
perempuan-perempuan yang terlibat kasus korupsi. Yang demi ambisi, politik dan
jabatan sanggup melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum serta
merendahkan martabatnya sendiri.
Sebut
saja Angelina Sondakh, Nunun Nurbaeti, Miranda Gultom, Wa Ode Nurhayati,
Malinda Dee, Mindo Rosalina Manualang ataupun Hartati Murdaya.
Perempuan-perempuan cantik dan terpelajar yang telah mencoreng perjuangan kaum
perempuan di Indonesia. Ditengah kaum perempuan yang masih terus memperjuangkan
hak-haknya, atau sebagian besar perempuan menyuarakan gerakan anti korupsi,
ketujuh perempuan ini justru bertindak sebaliknya.
Dengan
modal kecantikan, kedudukan, atau jabatan sang suami mereka melakukan
penyelewengan uang negara untuk kepentingan pribadi. Mereka adalah para
koruptor perempuan Indonesia yang telah menodai perjuangan kaumnya sendiri.
Perempuan-perempuan terpandang yang seharusnya bisa memberi contoh yang baik bagi perempuan yang lain.
Memang
tidak ada yang bisa kita banggakan dari perbuatan mereka. Tetapi paling tidak
ada sedikit pembelajaran yang bisa kita petik, terutama untuk memberi contoh
nyata kepada generasi penerus agar tidak terjerumus dalam kesalahan yang sama.
Perempuan dengan segala gelar yang disandangnya, entah sebagai ibu rumah
tangga, pendamping suami, guru untuk anak-anak, ataupun sebagai profesi yang
lain seyogyanya bisa menjaga martabatnya sendiri dan keluarganya.
Disinilah
kedewasaan berpikir perempuan harus dioptimalkan. Ditengah gaya hidup hedonis
seperti sekarang ini, diharapkan perempuan dapat membentengi paling tidak dirinya
sendiri untuk tidak sampai berbuat korupsi. Justru dalam posisinya sebagai
seorang pendamping suami, perempuan diharapkan dapat meredam kasus korupsi
bukan justru ikut berperan didalamnya atau bahkan mendukung tindakan salah para
suami. Juga dalam perannya sebagai seorang ibu, seharusnya perempuan dapat
memutus budaya korupsi yang sudah mengakar di masyarakat Indonesia. Karena dari
keluargalah akan terbangun nilai-nilai moral yang membentuk dan menjaga
integritas individu.
Perlu
tindakan nyata dari perempuan untuk ikut serta dalam meminimalkan timbulnya
kasus korupsi baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun orang lain
disekitarnya. Untuk itu hendaknya perempuan memulainya dari sekarang.
·
Sudah saatnya perempuan berani berkata
“TIDAK” untuk korupsi. Lupakan gaya hidup, tekanan sosial dan lingkungan yang
dapat memojokkan perempuan untuk melakukan korupsi. Tetap jadilah diri sendiri,
yang tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang buruk. Katakan haram pada
suami yang memberi nafkah dari hasil korupsi dan mendorongnya untuk selalu
menghindar dari perbuatan tersebut.
·
Berani melaporkan kepada pihak terkait
jika melihat atau menemukan indikasi adanya korupsi disekitarnya. Sekecil
apapun nilai dan lingkupnya, korupsi tetap harus diberantas.
·
Untuk menghindarkan perempuan dari tindak
korupsi, maka selayaknya perempuan juga mendapatkan informasi yang sama tentang
bahaya dan dampak dari korupsi. Dengan demikian setidaknya perempuan dapat
menghindari dan membentengi dirinya jika dihadapkan pada situasi yang
memaksanya untuk bertindak korupsi.
·
Tidak ada salahnya jika
perempuan-perempuan mulai bergabung dalam organisasi yang menyerukan anti
korupsi. Tentu banyak manfaat yang bisa didapat dari keikutsertaannya dalam
organisasi tersebut. Paling tidak bisa
menggerakkan hatinya untuk selalu menghindari perbuatan korupsi tersebut.
Memang
tidak dapat terwakilkan hanya dari ketujuh perempuan ini saja wajah perempuan
Indonesia. Tetapi sekiranya dapat kita jadikan catatan akhir tahun yang berharga,
bahwa kiranya masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera dikerjakan oleh
perempuan Indonesia untuk memperbaiki diri dan menghapus noda-noda yang telah
menoreh dalam menuju emansipasi yang benar-benar bersih dan bermartabat. Kita
harus waspada jika ternyata duri perjuangan perempuan Indonesia masih ada
disekitar perempuan itu sendiri.
Semoga
ditahun-tahun mendatang tidak akan pernah terdengar lagi adanya noda-noda dalam
perjuangan perempuan di Indonesia. Dan semua itu dapat terwujud dengan tekad dan
konsistensi para perempuan dalam mengoptimalkan perannya baik sebagai individu,
istri ataupun ibu dari para penerus bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar