Rabu, 25 September 2013

Aku dan Gadisku

Gadisku

Tepat sepuluh hari yang lalu anak pertamaku merayakan ulang tahunnya yang ke 15. Tak terasa memang…, mungkin karena selama limabelas tahun ini aku tidak pernah melepasnya barang sebentar saja. Sehingga perkembangan dan pertumbuhannya terlihat biasa saja di mataku.

Namun, ketika hari ini aku membaca berita di media tentang perilaku negatif para remaja di kota-kota besar, mau tidak mau memaksaku untuk memeluknya lebih erat sebelum dia berangkat sekolah tadi pagi sambil berucap,”Terima kasih sudah menjadi anak Bunda yang baik.” Meskipun tidak mengerti maksud ucapanku, toh, dia membalasnya dengan ciuman di pipiku.
Mirip...?
 Aku dan gadisku memang sangat dekat sekali. Kami lebih mirip kakak-adik atau sahabat daripada ibu dan anak. Tidak ada sedikit pun rahasia yang sanggup disembunyikannya dariku. Pernah suatu ketika aku memintanya untuk membeli diary dan menulis di dalamnya seperti yang dilakukan kebanyakan teman-temannya. Lagipula ini bisa membuatnya untuk menyukai menulis. Namun, jawabannya sungguh di luar dugaanku.
“Kakak gak perlu beli buku. Kan sudah ada Bunda yang jadi diary kakak”.  Aku hanya tersenyum mendengarnya.

Kedekatanku dengan gadisku (begitu pula dengan putri keduaku) tidak serta merta terbangun begitu saja. Aku sudah memulainya jauh sebelum dia beranjak remaja. Aku mengawali membangun kedekatan dengan anak-anakku begitu mereka mengenal sebuah komunitas di luar keluarga.

Saat masih balita, aku selalu bertanya dan meminta mereka untuk bercerita ketika mereka baru datang dari bermain dengan teman-teman di lingkungan rumah. Akhirnya hal ini menjadi kebiasaan mereka. Begitu pula ketika anak-anak mulai bersekolah. Ketika menjemput, begitu masuk ke dalam mobil, aku biasanya akan langsung melontarkan pertanyaan,”Bagaimana sekolahnya hari ini?”  

Awalnya aku memang harus memancingnya dengan berbagai pertanyaan seputar kegiatannya di sekolah. Tapi lambat laun, kebiasaan bercerita sepulang sekolah, les atau kegiatan yang lain akan meluncur begitu saja dari mulut mereka. Bahkan terkadang, cerita masih terus bersambung di meja makan. Semua hal yang dilihat, dirasakan baik suka maupun tidak semua keluar begitu saja.

Dalam menanggapi ocehannya aku selalu menempatkan diriku sebagai seorang sahabat buatnya. Sehingga petuah keluar tanpa terkesan mengguruinya. Aku memang selalu menyelipkan nasihat pada setiap tanggapanku atas ceritanya. Makanya dia tidak pernah sungkan bercerita apa saja kepadaku.
 
Selalu kompak
Selain itu, aku dan gadisku juga punya waktu sendiri untuk bersantai. Biasanya yang kami kerjakan adalah hal-hal yang berbau kewanitaan. Luluran, maskeran atau mengecat kuku bersama adalah kegiatan yang paling kami sukai. Sambil mendengarkan lagu-lagu dari band kesayangannya, One Direction dan ikut bernyanyi bersama-sama. Ah, aku merasa seperti gadis belasan tahun lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar